Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Kota Banjarbaru seharusnya menghadirkan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah sebagai pasangan calon nomor urut 2.
Dilansir dari mkri.id, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhamad Arifin terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Wali Kota (PHPU Walkot) Kota Banjarbaru dengan Perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 pada Senin (24/2/2025). MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dengan menghadirkan kolom kosong.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan pertimbangan Mahkamah, bahwa telah terjadi kejadian khusus pemilihan wali kota (Pilwalkot) Kota Banjarbaru yang menimbulkan ketidakpastian bentuk pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Dalam hal ini adalah didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah yang awalnya merupakan pasangan calon nomor urut 2, tetapi gambarnya masih terdapat dalam kertas suara.
Adanya kejadian khusus dan ketidakpastian tersebut, Mahkamah mengesampingkan kedudukan hukum Lembaga Studi Visi Nusantara sebagai pemantau Pilwalkot Kota Banjarbaru yang diatur Pasal 157 dan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Sebab awalnya Lembaga Studi Visi Nusantara tidaklah bisa mengajukan permohonan, karena awalnya Pilwalkot Kota Banjarbaru akan diikuti dua pasangan calon.
“Mahkamah pada prinsipnya tidak dapat membiarkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional pemilih yang diakibatkan kesalahan prosedur pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilukada. Dengan demikian, persoalan formal berkenaan kedudukan hukum Pemohon dalam kasus ini dapat dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan yang berkenaan dengan hak konstitusional pemilih,” ujar Enny didampingi delapan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
“Tatkala dihadapkan dengan pilihan antara mengesampingkan syarat formil pengajuan permohonan oleh pemantau pemilu atau mengabaikan pelanggaran nyata terhadap konstitusi dalam penyelenggaraan Pemilukada, maka tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk mengesampingkan syarat formil,” sambungnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa Pilwalkot Kota Banjarbaru seharusnya menghadirkan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah sebagai pasangan calon nomor urut 2. Hal tersebut diatur dalam Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Mekanisme kolom kosong, jelas Enny, menjamin adanya pemilihan dan kontestasi dalam penyelenggaraan pemilihan dengan satu pasangan calon. Sehingga hak pemilih untuk untuk memberikan suara dalam penerapan prinsip “one man, one vote, one value” dapat terwujud ketika pemilih dapat memilih, meskipun hanya terdapat satu pasangan calon.
“Lebih dari itu, meliputi hak untuk memberikan suara yang bernilai dan memiliki makna dalam mekanisme one man, one vote, one value atau satu pemilih dinilai sebagai satu suara dan suara tersebut harus dinilai secara bermakna. Pemilukada dengan satu pasangan calon tanpa adanya pilihan untuk mencoblos kolom kosong sebagai pernyataan tidak setuju dengan keterpilihan pasangan calon tersebut, menyebabkan dalam pemilihan tersebut sesungguhnya tidak terdapat ‘pilihan yang bermakna’,” ujar Enny.
Pilwalkot Banjarbaru Langgar Konstitusi
Sedangkan yang terjadi dalam Pilwalkot Kota Banjarbaru, gambar pasangan calon nomor urut 2 masihlah terpampang dalam kertas suara dan pemilih yang mencoblosnya akan ditetapkan sebagai suara tidak sah, karena mengacu Keputusan KPU Republik Indonesia Nomor 1774 Tahun 2024. Hal tersebut dipandang Mahkamah sebagai pemilihan tanpa pilihan yang merenggut hak pemilih untuk memberikan suaranya secara bermakna.
Padahal hak untuk memberikan suara atau memilih merupakan penerapan langsung hak konstitusional, sebagaimana dijamin Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 22C ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945. Sedangkan tegas Mahkamah, Pilwalkot Kota Banjarbaru sesungguhnya bukanlah pemilihan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi.
“Pemilihan (Kota Banjarbaru) yang dilaksanakan demikian merupakan bentuk pemilihan di mana kepala daerah tidak dipilih secara demokratis, sehingga nyata-nyata bertentangan dengan amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa ‘Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis’,” ujar Enny.
“Dengan demikian, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa Pemilukada Kota Banjarbaru tahun 2024 telah melanggar Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 dan melanggar asas Pemilu. Khususnya asas adil dan asas bebas, dikarenakan tidak adanya keadilan bagi para pemilih, serta tidak adanya kebebasan para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada pasangan calon nomor urut 1,” sambungnya.
KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon yang menggunakan Keputusan KPU Republik Indonesia Nomor 1774 Tahun 2024 sebagai landasan untuk tetap menghadirkan kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 dalam surat suara telah mengabaikan hak pemilih. Meskipun Termohon melakukan sosialisasi, tetapi hal tersebut tidak dapat memperbaiki fakta bahwa hanya surat suara yang mencoblos pasangan calon nomor urut 1 yang dianggap sebagai suara sah.
Sebaliknya, pemilih yang mencoblos kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 yang sudah didiskualifikasi dianggap sebagai suara tidak sah. Mahkamah berpandangan bahwa KPU Kota Banjarbaru telah abai dalam menerapkan diskresi yang mengedepankan hak konstitusional dan kepentingan para pemilih.
“Pilihan yang tidak diambil oleh Termohon, yaitu mencetak ulang surat suara dan menunda penyelenggaraan pemilihan hingga tersedianya surat suara yang sesuai merupakan pilihan yang tetap memiliki dasar diskresi yang kuat. Dalam hal ini Pasal 120 Undang-Undang 1/2015 telah menyatakan mengenai alasan pemilihan lanjutan,” ujar Enny.
Pasca-didiskualifikasinya pasangan calon nomor urut 2, KPU Kota Banjarbaru sendiri memiliki waktu selama 29 hari hingga pencoblosan. Hal tersebut dinilai Mahkamah dapat menjadi landasan Termohon untuk menunda Pilwalkot Kota Banjarbaru, karena telah kejadian khusus tersebut dinilai memenuhi syarat “gangguan lainnya” sebagaimana diatur Pasal 120 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
“Sehingga dengan adanya ‘gangguan lainnya’ tersebut, seharusnya pemungutan suara dapat ditunda sebagai pemilihan lanjutan hingga tersedianya surat suara yang sesuai. Jikapun Termohon beralasan tidak melakukan penundaan atau menyelenggarakan pemilihan lanjutan dalam Pemilukada Kota Banjarbaru Tahun 2024 dikarenakan salah satunya melanggar tahapan serta keserentakan pelaksanaan pemilukada tahun 2024, Mahkamah dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah tidak akan terikat dengan ketentuan berkenaan dengan tahapan dan keserentakan tersebut,” ujar Enny.
Dalam amar putusan yang diucapkan Ketua MK Suhartoyo, MK mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Selanjutnya, menyatakan batal Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 bertanggal 4 Desember 2024.
Kemudian, memerintahkan KPU Kota Banjarbaru untuk melaksanakan PSU pada setiap tempat pemungutan suara (TPS) dalam Pilwalkot Kota Banjarbaru dengan mendasarkan pada Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Pindahan, dan Daftar Pemilih Tambahan yang sama dengan pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom. Terdiri atas kolom yang mencantumkan pasangan calon nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono dan kolom kosong tidak bergambar.
“Serta dilaksanakan dan dihitung sebagaimana mekanisme pemilihan dengan satu pasangan calon sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dalam waktu 60 hari sejak putusan ini diucapkan dan menetapkan sekaligus sebagai pengumuman perolehan suara hasil pemungutan suara ulang tersebut tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah,” ujar Suhartoyo.
Selanjutnya, memerintahkan kepada KPU Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Provinsi Kalimantan Selatan dan KPU Kota Banjarbaru dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini. Kemudian, memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan dan Bawaslu Kota Banjarbaru dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.
“Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya, untuk melakukan pengamanan pelaksanaan amar putusan ini sesuai dengan kewenangannya,” ujar Suhartoyo.
Sebelumnya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (9/1/2025), Pemohon mendalilkan Pilwalkot Kota Banjarbaru seharusnya menggunakan mekanisme pasangan calon tunggal, yakni Lisa Halaby-Wartono melawan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Kalaupun tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban KPU Kota Banjarbaru untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara para pemilih tak menjadi suara tidak sah.
Sementara dalam sidang mendengarkan keterangan saksi/ahli pada Jumat (7/2/2025), didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah memang menghadirkan problematika waktu dan biaya bagi KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon. Problematika pertama adalah terkait pencetakan surat suara dengan menampilkan kolom bergambar pasangan calon nomor urut 1 Lisa Halaby-Wartono dan kolom kosong. Belum lagi persoalan waktu pendistribusian surat suara dengan kolom kosong yang diyakininya memakan waktu yang tak sebentar.
Termohon dalam jawabannya tersebut juga melampirkan tabel terkait alur pencetakan suara yang menghabiskan waktu 13 hari. Pengiriman surat suara memakan enam hari. Kemudian, surat suara diterima di gudang logistik KPU Kota Banjarbaru selama 11 hari. Lalu, penyortiran dan pelipatan logistik memakan waktu dua hari. Terakhir, penyetingan, pengecekan, pengepakan logistik selama dua hari.
KPU Kota Banjarbaru Menetapkan PSU Kota Banjarbaru
Dilansir dari kpu.go.id, KPU Kota Banjarbaru telah menetapkan PSU Kota Banjarbaru akan dilaksanakan pada Sabtu, 19 April 2025. Pilkada yang akan diselenggarakan dengan calon tunggal diharapkan dapat sukses dengan dukungan semua pihak.
Hal tersebut disampaikan Ketua KPU Mochammad Afifuddin bersama Anggota KPU Idham Holik saat menerima Ketua DPRD Kota Banjarbaru Gusti Rizki Iskandar, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarbaru Windi Novianto, di Ruang Rapat Lantai 1 Gedung KPU, Jumat (14/3/2025).
Menurut Idham dukungan DPRD Kota Banjarbaru dapat dilakukan sebagaimana fungsi legislatif baik anggaran maupun pengawasan jalannya tahapan PSU nanti.
“Salah satu fungsi DPRD melakukan pengawasan dan KPU sebagai mitra. Kalau ada sekiranya perlu dikonfirmasi diingatkan, tapi saya yakin teman-teman bekerja baik,” ucap Idham.
Pesan selanjutnya disampaikan kepada jajaran KPU Kota Banjarbaru untuk fokus dan mempersiapkan tahapan PSU Pilkada dengan baik. Apalagi PSU dengan pasangan calon tunggal mengharuskan KPU menyesuaikan pengadaan logistik baru, khususnya surat suara, dan sosialisasi ulang kepada masyarakat.
“Kepada teman-teman mohon (juga) berhati-hati dalam berkomunikasi,” tambah Idham.
Tulisan Terkait :
Pilkada Kota Banjarbaru Harusnya Lawan Kotak Kosong
Sidang Sengketa, Polemik Suara Tidak Sah dan Kolom Kosong Pilkada Kota Banjarbaru
(*PraPeN : araska banjar)
Attention : Bagi Anda yang ingin berkomentar, silahkan mengunjungi media sosial kami, seperti yang tertulis di footnotes paling bawah halaman ini!