Bagi-bagi Bansos untuk Pemberantasan Kemiskinan: Apa Perlu Dilanjutkan?

Musni Umar dan ilustrasi dana bansos (Foto : kbanews.com)
Tidak akurat dalam mendata orang yang layak menerima bansos, sehingga ada orang yang tidak layak menerima bansos diberikan, sementara yang miskin ada yang tidak terdata, tidak memperoleh bansos. Bantuan sosial (bansos) dalam realitas bukan cara menyelamatkan masyarakat miskin, tetapi malah menimbulkan dampak negatif.

Salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto ialah pemberantasan kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 sebanyak 25,22 juta orang.

Jumlah penduduk tersebut dengan garis kemiskinan pada Maret 2024 sebesar Rp 582.942 per kapita per bulan. Jika dibagi 30 hari dalam satu bulan, maka menjadi Rp19.431,4 per kapita (per kepala) per hari.

Kalau setiap orang berpenghasilan sebesar Rp 582.942 perbulan atau Rp 19.431,4 per hari, maka dianggap sudah tidak miskin.

Dengan garis kemiskinan sebesar itu, maka menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 sebanyak 25,22 juta orang.

Jika garis kemiskinan dinaikkan sebesar US$3,2 sesuai ketentuan Bank Dunia, dengan kurs 1 dolar Amerika Serikat hari ini (13/11) sebesar Rp15.750,07, atau Rp50.400, 224X30 hari =1.512.006 perbulan, maka jumlah orang miskin di Indonesia bisa mencapai 40% (CNBC Indonesia, Rabu, 10/05/2023).

Cara menanggulangi kemiskinan selama ini dengan bagi-bagi bantuan sosial (Bansos), sudah terbukti tidak efektif dalam memberantas kemiskinan.

Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengalokasikan dana bantuan sosial (bansos) tahun 2023 sebesar Rp433 Triliun dan tahun 2024 dalam APBN sebesar Rp496. Triliun.

Dana sebesar itu adalah mubazir, karena fakta menunjukkan tidak menjadi solusi bagi pengentasan kemiskinan. Menurut saya, sudah saatnya bansos dialihkan dengan membuat program proyek-proyek padat karya, sehingga semua orang mendapatkan uang dari bekerja.

Proposal ini tidak populer, tetapi harus dilakukan untuk mengubah masyarakat seluruhnya menjadi pekerja, bukan masyarakat yang menunggu belas kasihan walaupun dari negara.

Bansos Jadi Andalan

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan, supaya satu data penerima bansos. Hal tersebut dilakukan sehubungan data penerima bansos berbeda antara satu instansi dengan instansi pemerintah lainnya. Bukan hanya itu, tetapi tidak akurat dalam mendata orang yang layak menerima bansos, sehingga ada orang yang tidak layak menerima bansos diberikan, sementara yang miskin ada yang tidak terdata, tidak memperoleh bansos.

Saya memaknai instruksi satu data penerima bansos, supaya dibuat data yang akurat penerima bansos. Dengan demikian hanya mereka yang miskin yang terdata, berhak menerima bansos dari pemerintah.

Tidak Selesaikan Masalah

Bantuan sosial (bansos) dalam realitas bukan cara menyelamatkan masyarakat miskin, tetapi malah menimbulkan dampak negatif.

Setidaknya ada lima dampak negatif pemberian bansos pada masyarakat miskin, yaitu : Pertama, ketergantungan. Kedua, hilang kemandirian. Ketiga, semakin malas kerja. Keempat, hilang harga diri. Kelima, hilang semangat mencari nafkah.

Beri Pekerjaan

Solusi untuk memberdayakan masyarakat miskin, bukan dengan memberi bantuan sosial (bansos) berupa sembako dan bantuan langsung tunai (BLT), tetapi memberi pekerjaan.

Anggaran bantuan sosial (bansos) yang sangat besar jumlahnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebaiknya dialokasikan untuk membuat berbagai proyek padat karya, yang bisa dirumuskan bersama masyarakat miskin, para pekerja sosial dan ilmuan.

Proyek padat karya di setiap provinsi, kabupaten dan kota bisa berbeda, sehingga harus dimusyawarahkan disetiap daerah, dengan melibatkan para pihak terkait termasuk ilmuan dan pelaku usaha.

Prinsipnya masyarakat miskin dan masyarakat Indonesia pada umumnya harus dilatih, dibiasakan dan bahkan dimudahkan bahwa kita mendapatkan rezeki dari bekerja, kecuali mereka yang sakit dan sudah tidak mampu bekerja.

Bayangkan dampak positif yang bakal diperoleh, jika dana bantuan sosial (bansos) yang dikemukakan di atas dalam tahun 2023 sebesar Rp433 Triliun dan tahun 2024 dalam APBN sebesar Rp496 triliun dialihkan dalam berbagai proyek padat karya misalnya home industry yang berorientasi ekspor, pembuatan pengairan untuk mewujudkan swasembada beras dan lain sebagainya.

Menurut saya, sudah saatnya dana bansos dialihkan ke proyek-proyek padat karya, sehingga semua orang mendapatkan uang dari bekerja. Proposal ini tidak populer, tetapi harus dilakukan untuk mengubah masyarakat seluruhnya menjadi pekerja yang keras, bukan masyarakat yang malas menunggu belas kasihan walaupun dari negara. (*)

BACA JUGA :
Dana Bantuan Parpol Naik, tak Otomatis Cegah Korupsi
Teramat Celeng, Pelajar Kritik Korupsi di Indonesia
Preman Jalanan dan Preman Berdasi, Bisakah Diberantas?
Apa Peran Budi Arie? Dia Disebut dalam Dakwaan Kasus Perlindungan Situs Judol
Hanya Hukuman Mati yang Bisa Berantas Korupsi di Indonesia
Tragedi Demokrasi, Warisan Jokowi Paling Nyata untuk Indonesa!
Band KotaK Menang di Pengadilan, Cella Tegaskan Formasi Resmi
Lesti Kejora Nyanyikan Lagu Ciptaan Yoni Dores Tanpa Izin
Raja Kebudayaan, Pangeran Cevi Al Banjari Dinobatkan Sebagai Sultan Banjar Kalimantan
Hendropriyono : Jangan Keturunan Raja yang Abal-Abal, Kerjanya Cuma Ngirim Proposal!

(*Penulis : Musni Umar, Sosiolog dan Peneliti, kbanews.com)

Attention : PraPeN “Readers” yang ingin bergabung dengan media sosial kami, bisa melihat tautannya di footnotes paling bawah halaman ini!

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tutup
Tutup