Seni budaya adalah kekayaan daerah, seni budaya merupakan jiwa suatu daerah. Apa jadinya bila kepala daerahnya tidak mempunyai program untuk seni budaya daerah.
Hujan membasahi Kota Banjarmasin pada Senin sore, 24 Maret 2025. Di tengah gerimis dan kemacetan lalu lintas, aku memacu perlahan sepeda motor untuk menghadiri undangan Buka Bersama dan Diskusi dengan tema “Catatan Kita: Untuk Masa Depan Kota Banjarmasin” yang diadakan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Borneo Nusantara di Jl. HKSN Komp. AMD Permai.
Dibeberapa tempat yang dilewati, aku terpaksa menahan napas bersama antrian kendaraan untuk melalui TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) dengan tumpukan sampah yang menumpuk hingga memakan setengah dari badan jalan.
Situasi hujan tentunya hadirkan suasana dingin, tapi tidak dalam diskusi karena berjalan cukup panas, baik karena pemaparan dari pemantik diskusi maupun dari pertanyaan peserta diskusi, yang akhirnya seperti Kota Banjarmasin yang berjuluk Kota Seribu Sungai dengan anak sungainya yang semakin mengecil dan menghilang, airnya tersumbat mengalir ke muara. Muara diskusi memang mengarah pada Wali Kota Banjarmasin HM Yamin, apakah mampu menangani masalah sampah di kota Banjarmasin?
Bahkan ada peserta diskusi yang merasa kecewa, karena ia sudah datang jauh-jauh dari luar kota, untuk menyampaikan program kerjasama pengangan masalah sampah, berharap Wali Kota Banjarmasin turut hadir dalam diskusi, ternyata wali kota lebih memilih menghadiri acara buka puasa di tempat lain.
Pengamat Tata Kota, Dr Eng Akbar Rahman ST MT, yang turut hadir dalam diskusi mengatakan, bahwa persoalan di Banjarmasin tidak hanya sampah, tapi masih ada masalah lain seperti banjir rob, transportasi, sanitasi dan persoalan air bersih.
Sepanjang diskusi aku merasa ada sesuatu yang diabaikan, yaitu jiwa dari suatu daerah. Seni budaya adalah kekayaan daerah, seni budaya merupakan jiwa suatu daerah. Apa jadinya bila kepala daerahnya tidak mempunyai program untuk seni budaya daerah!
Mendekati waktu berbuka puasa, diskusi terpaksa diakhiri, walau sepertinya masih banyak peserta yang ingin memantik diskusi. Usai shalat magrib aku menemui salah satu tuan rumah diskusi untuk pamit, saat itulah Dr. Muhammad Fazri, S.H., M.H., berkata “bagaimana seni budaya?”
Aku balik bertanya, “apakah Wali Kota Banjarmasin HM Yamin mempunyai program seni budaya dalam visi dan misinya?”
Tegas Fazri menjawab, “tidak ada”.
Beranikan Kota Banjarmasin Menjadi Kota Niaga dan Kota Seni Budaya!
Setelah Kota Banjarmasin tidak lagi menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan (Prov Kalsel), Banjarmasin seperti kehilangan arah, kehilangan pondasi untuk berpijak, akhirnya hanya bisa mengatakan, Banjarmasin akan menjadi kota niaga/kota dagang dan kota pelabuhan. Namun, kalau hanya kota niaga saja, sama seperti mayat, tubuh tanpa jiwa.
Apalagi Kota Banjarmasin memiliki pelabuhan yang menjadi pintu gerbang masuk Prov Kalsel, maka sudah seharusnya pula menjadi pintu untuk seni budaya Kalsel.
Memang di beberapa kesempatan kegiatan, yang di hadiri Wali Kota Banjarmasin HM Yamin ada mengatakan tentang pelestarian warisan seni budaya, seperti pada acara Workshop Bapantun Bahasa Banjar yang dilaksanakan Disbudporapar Kota Banjarmasin pada Rabu 5 Maret 2025 serta di kegiatan Ngaji Puisi ke-5 dan Bedah Buku YS. Agus Suseno pada Senin dinihari, 24 Maret 2025, yang dilaksanakan Dewan Kesenian Kota Banjarmasin.
Namun tanpa program yang jelas dari Wali Kota Banjarmasin sendiri, perkataan untuk melestarikan warisan seni budaya tersebut, seperti hanya basa basi sambutan acara seremonial.
Kita mungkin bisa mengambil contoh sebuah kota di Jepang, Kota Nagoya merupakan pusat kekuatan industri dari sekitar 2,3 juta orang di pusat kota metropolitan, berpenduduk sekitar 10 juta di Jepang tengah, kota ini sekitar dua pertiga jarak antara kota Tokyo dan Osaka yang lebih terkenal.
Pada tahun 2016, menurut Japan Times, Nagoya menjadi pilihan yang terakhir dalam survei, yang meminta penduduk di delapan kota untuk memilih mana yang paling menarik sebagai tujuan wisata.
Namun dengan dukungan penuh dari walikotanya, sekarang Nagoya berubah dan dikenal sebagai Kota Industi dan Kota Budaya. Nagoya telah menjadi salah satu tujuan utama dalam daftar kunjungan wisata di Jepang.
Tulisan Terkait :
Syair Banjar : ANDI-ANDI BADANGSANAKAN BANJAR
PANTUN TARI TRADISI BANJAR
ANTOLOGI PUISI UNTUK PERPUS UNUKASE
MENYUMBANGKAN BUKU MEMBUKA JERUJI BESI SASTRA
(*Penulis : ARAska banjar, Jurnalis dan pelaku seni budaya sastra)
Attention : Bagi Anda yang ingin berkomentar, silahkan mengunjungi media sosial kami, seperti yang tertulis di footnotes paling bawah halaman ini!